[Ceramah Ilmiah] “Peran DAS sebagai Penunjang Pertanian Berkelanjutan dan Penanggulangan Banjir”
Ceramah Ilmiah :
“Peran Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai
Penunjang Pertanian Berkelanjutan dan Penanggulangan Banjir”
Benarkah pengelolaan DAS yang baik dapat
menunjang pertanian berkelanjutan ?
Dapatkah pengelolaan DAS mengurangi dampak
banjir ?
SIAPAKAH YANG BERTANGGUNG JAWAB ATAS
PENGELOLAANNYA ?
[Himatan, 24/03/2014] Isu banjir, longsor, dan bencana alam lainnya
merupakan potret buram pengelolaan DAS yang kurang baik di negeri ini, ditambah
lagi isu pertanian berkelanjutan. Pengelolaan DAS memaksa kita harus secepatnya
menyadari bahwa pengelolaan DAS bukanlah hanya isapan jempol belaka namun harus
kita lakukan secara serius. Oleh karena itu, Dept. Pengembangan Keprofesian
Himatan UNPAD menyelenggarakan Ceramah Ilmiah (CI) dengan Tema “Peran Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai
Penunjang Pertanian Berkelanjutan dan Penanggulangan Banjir”.
Ceramah Ilmiah ini dilaksanakan pada
Jumat, 21 Maret 2014 bertempat di Gd. Multimedia lt. 3 Faperta UNPAD. Selaku
Pembawa acara adalah dua anggita Himatan yaitu Ceu Shania dan Kang Mahdi. Acara
diawali dengan do’a, menyanyikan lagu Indonesia Raya dan pemberian sambutan
dari Kepala Departemen Ilmu Tanah Bapak
Rija Sudirja SP. MT., selaku Ketua Himatan Kang Rivan Aditya Bangun dan Ketua
Pelaksana CI adala Ceu Elis Nuraini. Acara
ini diisi oleh dua pembicara yang sangat berkompeten di bidangnya, yaitu Bapak
Dustirawan S.Hut dari BAPPEDAS Citarum dan Bapak Dr. Ir. Rachmat Haryanto MS.
Selaku Dosen Ilmu Tanah Faperta, dan selaku moderator adalah anggota Himatan
Ary Satria.
Acara
CI ini dibagi menjadi dua sesi, yaitu sesi pertama dengan pembicara Bapak
Dustirawan S.Hut menjelaskan mengenai ‘Peranan DAS dalam Kehidupan
Sehari-hari’, beliau memaparkan perbedaan DAS dan sungai dalam kehidupan,
karena pada hakikatnya DAS merupakan suatu wilayah daratan yang merupakan suatu
kesatuan dengan sungai (sungai utama) dan anak-anak sungainya yang berfungsi
menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari hujan ke danau atau
ke laut secara alami dimana batas di darat merupakan pemisah topografi dan
batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas
daratan (UU. No 7 Tahun 2004, tentang Sumber Daya Air), sedangkan sungai
merupakan bagian kecil dari DAS. Selain itu, beliau juga memaparkan bahwa
setidaknya terdapat 6 DAS yang berkontribusi terhadap banjir di wilayah Jakarta
yang diantaranya : Ciliwung, Cakung, Buaran, Sunter, Krukut-Grogol, dan
Angke-Pesanggrahan. Banyak factor yang mempengaruhi suatu wilayah mengalami
banjir dan juga merupakan factor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan DAS,
diantaranya adalah factor land use (penggunaan
lahan) yang meliputi tata ruang, drainase, vegetasi dan konservasi tanah pada
suatu daerah, factor curah hujan yang berpengaruh mulai dari 40-50 mm/hari pada
kondisi normal sampai 165 mm/hari pada kategori ekstrim, dan factor
geomorfologi yang meliputi topografi, karakteristik DAS, jenis tanah, lereng,
dan jenis batuan.
Pada
hakikatnya, pengelolaan DAS sendiri berpedoman pada UU. No 26 Tahun 2007 yang
berisi bahwa di Daerah Aliran Sungai (DAS) harus terdapat minimal 30% hutan,
pengembangan wilayah harus berbasis daya dukung dan daya tamping, dan harus
disiapkan ruang evakuasi bencana. Namun, pada kenyataannya jumlah hutan di
sekitar DAS hanya sebesar 6%. Hal ini merupakan pekerjaan rumah kita bersama
karena dalam pengelolaan DAS, pemerintah sudah berupaya membuat sumur resapan,
DAM pengendali, DAM penahan dan upaya secara vegetatif. Namun, kurangnya
kesadaran masyarakat menjadi hambatan dalam melaksanakan pengelolaan DAS yang
baik.
Sesi
kedua, Bapak Rachmat sekaligus pembicara kedua membahas mengenai ‘Mitigasi
Bencana dan Dampak DAS bagi Pertanian’. Pertanyaannya, apabila terjadi banjir
secara terus-menerus bagaimana kita dapat mengembangkan pertanian ?. oleh
karena itu, sudah sepatutnya kita sebagai mahasiswa yang bergelut di bidang
pertanian tahu bagaimana pengelolaan DAS. Pengelolaan DAS terbagi atas tiga
titik, yaitu hulu, tengah dan hilir. Pengelolaan daerah hulu merupakan
pengelolaan yang paling penting, karena apabila daerah ini telah rusak lalu
bagaimana dengan hilirnya, ironisnya pada bagian tengahnya saja kita sudah
menemukan banyak penghambat aliran DAS seperti sampah-sampah ringan hingga
berat seperti tv dan kasur. Hal ini sungguh sangat mencengankan karena dengan
terhambatnya aliran DAS akan berimplikasi dengan irigasi pertanian,
penyelenggaraan pertanian berkelanjutan dan mitigasi bencana seperti banjir dan
longsor.
Setelah
sesi kedua selesai, dibukalah sesi tanya jawab peserta CI, salah pertanyaan
yang menarik adalah mengenai peran DAS di masyarakat mengenai apakah lubang
resapan biopori menjadi solusi alternative dalam penanggulangan banjir ?, lalu
Apakah upaya pemerintah dalam keadaan factual di lapangan tentang limbah pabrik
yang dibunag di DAS ?. adapun jawaban dari pembicara adalah bahwa biopori
merupakan solusi yang efektif dalam penanganan banjir dan berfungsi ganda
karena dapat berfungsi sebagai tong sampah organic di masyarakat, namun pada
pelaksanaannya ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan lubang
resapan biopori meliputi kedalaman lubang dan pemeliharaan yang sering luput
dari perhatian. Di samping itu, peran masyarakat sangat diutamakan dalam
penanggulangan banjir dan dalam pelaksanaan dan pemeliharaan lubang resapan
biopori itu sendiri. Berbeda halnya dengan pembuangan limbah di sungai yang
seharusnya Kementrian Lingkingan Hidup yang lebih berperan meskipun dalam
pengelolaan DAS sendiri merupakan ranah kerja Kementrian Kehutanan.
Acara
diakhiri dengan pembacaan kesimpulan dan pemberian plakat dan sertifikat pada
pembicara oleh Ketua Himatan dan Ketua Pelaksana CI dan berfoto bersama. Semoga
apa yang telah pembicara paparkan tidak hanya menjadi teori belaka, namun
menjadi pendorong kita selaku mahasiswa pertanian untuk lebih memperhatikan
lingkungan dan menjadi bekal dalam melaksanakan pertanian berkelanjutan.
0 komentar: